Makalah Kapsel Hukum Perdata Aspek Hukum E-Commerce
KAPSEL HUKUM PERDATA “ASPEK HUKUM E-COMMERCE DALAM PERJANJIAN DAN HUKUM NASIONAL”
DI SUSUN OLEH
Nama : Rosul Padri
Nim :502014431
Kelas :Ab
Matakuliah :Kapsel Perdata
Dosen Pembimbing:Hj.Yuliar Komariah,Sh.,Mh.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2016-2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Aspek Hukum E-Commerce Dalam Perjanjian Dan Hukum Nasional”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah “Kapsel Hukum Perdata Di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang”
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga Kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Palembang , 22 Oktober 2016
PENULIS
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan 4
Latar Belakang 4
Rumusan masalah 5
Tujuan penulisan 5
Metode penulisan 5
Bab II Pembahasan 6
Perjanjian Yang Dipakai Dalam E-Commerce 6
Pengaturan Hukum Dalam Melakukan Transaksi E-Commerce 7
Bab III Penutup 11
Kesimpulan 11
saran 11
Daftar Pustaka 12
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Bagi banyak kalangan e-commerce merupakan suatu terminologi baru yang belum cukup dikenal. Masih banyak yang beranggapan bahwa e-commerce ini sama dengan aktivitas jual beli alat – alat elektronik.
Onno w. Purbo dan Aang arif wahyudi mencoba mengambarkan e-commerce sebagai suatu cakupan yang luas mengenai teknologi, proses dan praktik yang dapat melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas sebagai sarana mekanisme transaksi . Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui e-mail atau bisa melalui World Wibe Web.30
Secara umum David Baum, yang dikutip oleh Onno w. Purbo dan Aang arif wahyudi “E-commerce is a dynamic set of technologies, applications, and business process that link enterprieses, consumer and comunnities through electronic transactions and the electronic exchange of goods, services and information”. E-commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, jasa, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.
Assosiation for Electronic Commerce secara sederhana mendefinisikan e-commerce sebagai mekanisme bisnis secara elektrinis. CommerceNet, sebuah konsorsium industri memberikan definisi lengkap yaitu penggunaan jaringan komputer sebagai sarana penciptaan relasi bisnis. Tidak puas dengan definisi tersebut CommerceNet menambahkan bahwa di dalam e-commerce terjadi proses pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan distribusi informasi antar dua pihak dalam satu perusahaan dengan menggunakan internet. Sementara itu Amir Hatman dalam bukunya Net Ready : Strategies for Success in the e-Conomy secara lebih terperinci lagi mendefinisikan ecommerce sebagai suatu mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnisberbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua institusi (Business to business) maupun antar institusi dan konsumen langsung (Business to Consumer).
Menurut ECEG-Australia (Electronic Commerce Expert Group) “Electronic Commerce is a board concept that covers any commercial transaction that is effected via electronic means and would include such means as facsimile, telex, EDI, internet and telephone”.33Berdasarkan pengertian dari ECEG-Australia, e-commerce meliputi transaksi perdagangan melalui media elektrinik. Dalam arti kata tidak hanya media internet yang dimaksud, tetapi juga meliputi semua transaksi perdagangan melalui media elektronik lainnya seperti faxsimile, telex, EDI dan telephone.
Dari berbagai definisi yang ditawarkan dan dipergunakan oleh berbagai kalangan, terdapat kesamaan dari masing – masing definisi tersebut. Kesamaan tersebut memperlihatkan bahwa e-commerce mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Terjadinya transaksi antar dua belah pihak;
2. Adanya pertukaran barang, jasa atau informasi;
3. Internet merupakan medium utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.
Dari karakteristik tersebut terlihat jelas bahwa pada dasarnya e-commerce merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, dan secara signifikan Mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme dagang.
Rumusan Masalah
Apasajakah perjanjian yang di gunakan dalam e-commerce?
Apasajakah hukum yang di gunakan dalam e-commerce?
Tujuan
Makalah yang disusun bertujuan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Kapsel perdata . Selain itu, makalah ini juga disusun untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pemahaman agama Islam bagi penulis maupun pembaca.
Metode Penulisan
Pada penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka, selain dengan menggunakan buku cetak sebagai referensi, penulis juga melakukan studi pustaka dengan menggunakan media internet.
BAB II E-COMMERCE
Perjanjian Yang Dipakai Dalam E-Commerce
Perjanjian yang dipakai dalam aktivitas e-commerce pada dasarnya sama dengan perjanjian yang dilakukan dalam transaksi konvensional, akan tetapi perjanjian yang dipakai dalam e-commerce merupakan perjanjian yang dibuat secara elektronik atau kontrak elektronik.
Menurut Johannes Gunawan, “kontrak elektronik adalah kontrak baku yang dirancang, dibuat, ditetapkan, digandakan, dan disebarluaskan secara digital melalui situs internet (website) secara sepihak oleh pembuat kontrak (dalam hal ini pelaku usaha), untuk ditutup secara digital pula oleh penutup kontrak (dalam hal ini konsumen).
Menurut Pasal 1 ayat (17) Rancangan Undang – Undang tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi, “kontrak elektronik adalah perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya”, sedangkan di dalam Pasal 10 Ayat (1) menyebutkan transaksi elektronik yang dituangkan dengan kontrak elektronik mengikat dan memiliki kekuatan hukum sebagai suatu perikatan”.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian secara elektronik adalah kesepakatan antara kedua belah pihak yang dilakukan secara elektronik, dimana para pihak dalam melaksanakan perjanjian tidak memerlukan tatap muka secara langsung Sedangkan jenis kontrak elektronik dapat dibagi menjdai dua kategori, yaitu :
E-contract yang memiliki obyek transaksi berupa barang dan atau jasa.
Pada e-contract jenis ini, internet merupakan medium dimana para pihak melakukan komunikasi dalam pembuatan kontrak. Namun akan diakhiri dengan pengiriman atau penyerahan benda dan atau jasa yang menjadi obyek kontrak secara fisik (physical delivery)
E-contract yang memiliki obyek transaksi berupa informasi dan atau jasa.
Pada econtract jenis ini, internet merupakan medium untuk berkomunikasi dalam Bentuk pembuatan kontrak dan sekaligus sebagai medium untuk mengirim atau menyerahkan informasi dan atau jasa yang menjadi obyek kontrak (cyber delivery).
Salah satu bentuk dari transaksi elektronik yang menjadi perhatian adalah perjanjian secara elektronik atau electronic contract. Perjanjian di era digital akan menggunakan data digital sebagi pengganti kertas. Penggunaan data digital sebagai media dalam melakukan perjanjian akan memberikan efisiensi yang sangat besar terutama bagi perusahaan – perusahaan yang menjalankan bisnisnya di internet.
Di dalam perjanjian secara elektronik para pihak dalam melakukan perjanjian tidak memerlukan tatap muka secara langsung, para pihak dalam melaksanakan perjanjian tidak akan bertemu sebelum perjanjian atau bahkan tidak akan pernakh bertemu. Untuk mengatasi resiko perihal ketiadaan tatap muka langsung ini, telah ada mekanisme pengesahan identitas. Teknologi yang dapat diandalkan dalam mekanisme pengesahan identitas adalah teknologi penandatanganan secara digital.
Pengaturan Hukum Dalam Melakukan Transaksi E-Commerce
Hukum di Indonesia belum memiliki pengaturan yang jelas mengenai transaksi E-commerce, maka dari itu penulis merujuk pada pengaturan perjanjian jual beli secara Konvensional yang ada dalam KUH Perdata untuk mengkaji transaksi e-commerce.
Menurut Mieke Komar Kantaatmadja perjanjian jual beli yang dilakukan melalui media elektronik internet tidak lain adalah merupakan perluasan dari konsep perjanjian jual beli yang ada dalam KUH Perdata. Perjanjian jaul beli melalui internet ini memiliki dasar hukum perdagangan konvensional atau jual beli dalam hukum perdata. Perbedaannya adalah bahwa perjanjian melalui internet ini bersifat khusus karena terdapat unsur peranan yang sangat dominan dari media dan alat – alat elektronik.
Menurut Subekti Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
Jual beli menurut H.F.A. Vollmar “Bahwa pihak yang satu, PENJUAL mengikat diri kepada pihak lainnya, PEMBELI untuk memindah tangankan suatu benda dalam eigendom dengan memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir sejumlah tertentu berwujud
uang”.
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata Jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.
Unsur – unsur pokok (essentiallia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga.Sesuai dengan asas Konsensualisme yang menjiwai perjanjian dalam KUH Perdata, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua belah pihak setuju dengan barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.
Sifat konsensual dari jual beli menurut Pasal 1458 berbunyi “Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan disebutkannya kata “sepakat” saja tanpa harus membuat suatu tulisan, akta dan lain sebagainya, maka suatu perjanjian telah lahir secara sah atau mengikat para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai Undang – undang bagi mereka yang membuatnya.
Di dalam perjanjian jual beli terdapat kewajiban penjual dan pembeli, adapun dalam Pasal 1474 KUH Perdata penjual memiliki tiga kewajiban pokok, yaitu :
Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli hingga Saat penyerahanya;
2. Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telahditentukan atau jika telah ditentukan saatnya atas permintaan pembeli;
3. Menanggung kebendaan yang dijual itu
Sedangkan kewajiban pembeli menurut Pasal 1513 KUH Perdata berbunyi “Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan”.
Pengaturan hukum mengenai dokumen – dokumen transaksi e-commerce yang dilakukan oleh penjual dan pembeli mengacu pada Undang – undang Dokumen Perusahaan No 8 Tahun 1997 dimana disebutkan dalam Pasal 1 point (2) “Dokumen Perusahaan adalah data, catatan dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya baik tertulis diatas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca atau didengar”.
Berdasarkan Undang – undang Dokumen Perusahaan tersebut pada pokoknya dibedakan menjadi 2 jwnis dokumen, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UUDP yang menyatakan bahwa dokumen perusahaan terdiri dari :
Dokumen keuangan, terdiri dari : catatan, bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan yang merupakan buti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.
Dokumen lainnya, terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.
Selanjutnya dalam Pasal 9 UUDP dinyatakan bahwa catatan wajib dibuat sesuai kebutuhan perusahaan dan ditandatangani oleh pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan perusahaan yang bersangkutan. Kemudian Pasal 10 UUDP dinyatakan ada 2 jenis fiksasi, yaitu :
Catatan yang wajib dibuat di atas kertas seperti; neraca tahunan, perhitungan laba rugitahunan atau tulisan lain yang menggambarkan neraca laba rugi.
Catatan yang boleh dibuat di atas kertas atau sarana lainny, seperti rekening, jurnal transaksi harian atau setiap tulisan yang berisikan mengenai hak dan kewajiban serta hal – hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan.
Dalam Bab III Pasal 12 UUDP ini juga diatur mengenai pengalihan wujud dan bentuk
media penyimpanan informasi berikut legalisasinya, yaitu dengan memperkenankan dokumen perusahaan tersebut dapat dialihkan ke dalam media mikrofilm atau media lainnya dan setia pengalihan bentuk tersebut wajib dilegalisasi yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau pejabat yang dituinjuk di lingkunggan perusahaan yang bersangkutan.
Mengenai tata cara pengalihan dokumen perusahaan ke dalam mikrofilm atau media lainnya dan legalisasi diatur dalam Peraturan Pemerintah No 88 Tahun 1999. Sebagai alat bukti yang sah dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini menyatakan :
Dokumen yang dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya atau hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah.
Hasil cetak dokumen yang telah dialihkan ke dalam mikrofilm dapat dilegalisasi untuk keperluan proses pengadilan dan kepentingan hukum lainnya.
Jadi jika terjadi sengketa antara penjual (merchant) dan pembeli maka dokumen – dokumen transaksi e-commerce yang tersimpan didalam database penjual (merchant) maupun print out bukti transaksi yang dimiliki pembeli dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan maupun proses hukum lainnya.
Undang- undang telekomunikasi Nomor 36 tahun 1999 pasal 15 ayat (1) :
“Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggaraan telekomunikasi yang menimbulkan kerugian , maka pihak – pihak yang di rugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelegara telekomunikasi”
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
dapat disimpulkan bahwa perjanjian secara elektronik adalah kesepakatan antara kedua belah pihak yang dilakukan secara elektronik, dimana para pihak dalam melaksanakan perjanjian tidak memerlukan tatap muka secara langsung Sedangkan jenis kontrak elektronik dapat dibagi menjdai dua kategori, yaitu :
E-contract yang memiliki obyek transaksi berupa barang dan atau jasa.
Pada e-contract jenis ini, internet merupakan medium dimana para pihak melakukan komunikasi dalam pembuatan kontrak. Namun akan diakhiri dengan pengiriman atau penyerahan benda dan atau jasa yang menjadi obyek kontrak secara fisik (physical delivery)
E-contract yang memiliki obyek transaksi berupa informasi dan atau jasa.
Pada econtract jenis ini, internet merupakan medium untuk berkomunikasi dalam Bentuk pembuatan kontrak dan sekaligus sebagai medium untuk mengirim atau menyerahkan informasi dan atau jasa yang menjadi obyek kontrak (cyber delivery).
Saran
Bahwa masih di perlu di buat nya uu yang baru yang mengatur tentang e-commerce
Daptar pustaka
Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo,2005,Bisnis ECommerce,Yogyakarta,Pustaka Pelajar
Abu Bakar Munir,1999,Cyber Law,Policies and Challenges,Butterworths Asia
Ade Maman Suherman,2002,Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global,Jakarta,Ghalia
Indonesia
Ahmad M.Ramli,et,.al,2007,Menuju Kepastian Hukum di Bidang:Informasi dan
Transaksi Elektronik,Depkominfo RI.Hal.63
www.Kompas.com/kompas-cetak
Atau jika tidak mau repot langsung download saja
https://sfile.mobi/1SwKTC2yVSS7