10 Pengertian perlindungan hukum terlengkap dengan faktor penghambatnya
10
Pengertian perlindungan hukum terlengkap dengan faktor penghambatnya
10 Pengertian perlindungan hukum terlengkap dengan faktor penghambatnya |
Pengertian
Perlindungan Hukum Secara Umum
Perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati
semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum
adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum
untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiranmaupun fisik dari gangguan dan
berbagai ancaman dari pihak manapun.
Perlindungan hukum adalah
perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi
manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari
kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat
melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum
memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.
Perlindungan hukum adalah
penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum
saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak
dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum
dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek
hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.
Pengertian
Perlindungan Hukum Menurut Pendapat Para Ahli
1.
Menurut Setiono
perlindungan hukum adalah
tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang
oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan
ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati
martabatnya sebagai manusia.
2.
Menurut Muchsin
perlindungan hukum merupakan
kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai
atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan
adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.
Menurut Muchsin,
perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum
melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya
dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perlindungan Hukum
Preventif
Perlindungan yang diberikan
oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran.
Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah
suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam
melakukan sutu kewajiban.
b. Perlindungan Hukum
Represif
Perlindungan hukum represif
merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan
suatu pelanggaran.
3.
Menurut Philipus M. Hadjon
bahwa sarana perlindungan
Hukum ada dua macam, yaitu :
1. Sarana Perlindungan Hukum
Preventif
Pada perlindungan hukum preventif
ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.
Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif
sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan
bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah
terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan
pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan
hukum preventif.
2. Sarana Perlindungan Hukum
Represif
Perlindungan hukum yang
represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum
oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori
perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah
bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep
tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan
kepada pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan
adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari
negara hukum.
Pengertian perlindungan
menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya
pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi
dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Keadilan dibentuk oleh
pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab
atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan
berdasarkan Hukum Positif untuk menegakkan keadilan dalam hukum sesuai dengan
realitas masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan
damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechtidee) dalam
negara hukum (Rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (Machtsstaat). Hukum
berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, penegakkan hukum harus
memperhatikan 4 unsur :
a. Kepastian hukum
(Rechtssicherkeit)
b. Kemanfaat hukum
(Zeweckmassigkeit)
c. Keadilan hukum
(Gerechtigkeit)
d. Jaminan hukum (Doelmatigkeit).
perlindungan hukum adalah
segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta
pengakuan terhadahak asasi manusia di bidang hukum. Prinsip perlindungan hukum
bagi rakyat Indonesia bersumber pada Pancasila dan konsep Negara Hukum, kedua
sumber tersebut mengutamakan pengakuan serta penghormatan terhadap harkat dan
martabat manusia. Sarana perlindungan hukum ada dua bentuk, yaitu sarana
perlindungan hukum preventif dan represif.
baca juga 4 Pengertian Supremasi Hukum.
Perlindungan
Hukum Bagi Korban Kejahatan
Emilio C. Viano membatasi
tulisannya pada korban dalam arti sempit sebagaimana diatur dalam hukum
positif, bahwa apabila kejahatan dalam pengertian yuridis, merupakan perbuatan
yang dijatuhi hukuman oleh hukum pidana, maka pemahaman para ahli kriminologi
mengenai hal itu mempunyai pengertian yang lebih dalam lagi. Seperti dalam
kasus kejahatan, konsep tentang korban seharusnya tidak saja dipandang dalam
pengertian yuridis, sebab masyarakat sebenarnya selain dapat menciptakan
penjahat, juga dapat menciptakan korban. Dengan demikian, seorang korban
ditempatkan pada posisi sebagai akibat kejahatan yang dilakukan terhadapnya,
baik dilakukan secara individu, kelompok ataupun oleh Negara.
Menurut Barda Nawawi Arief,
masalah perlindungan korban termasuk salah satu masalah yang juga mendapat
perhatian dunia internasional. Dengan mengutip hasil Kongres PBB VII Tahun 1985
di Milan tentang The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders,
dikemukakan: hak-hak korban seyogianya dilihat sebagai bagian integral dari
keseluruhan sistem peradilan pidana. Perlindungan terhadap korban kejahatan
sebagai bagian dari masalah perlindungan Hak-hak Asasi Manusia (HAM), dan itu
memang ada keterkaitan erat antara keduanya.
Koesparmono Irsan (1995: 15)
menulis bahwa secara filosofis manusia selalu mencari perlindungan dari
ketidakseimbangan yang dijumpainya, baik yang menyangkut hak-haknya, perilaku
terhadapnya. Perlindungan itu, dapat berupa perbuatan maupun melalui
aturan-aturan, sehingga tercapai keseimbangan yang selaras bagi kehidupan.
Hukum, dalam hal ini hukum pidana, merupakan salah satu upaya untuk
menyeimbangkan hak-hak tersebut.
Korban akibat kejahatan
memang harus dilindungi, sebab pada waktu korban masih berhak menuntut
pembalasan terhadap pelaku, korban dapat menentukan dalam besar-kecilnya ganti
rugi itu. Namun, setelah segala bentuk balas dendan dan ganti rugi diambil alih
oleh negara, maka peranan korban tidak diperhatikan lagi. Apalagi dengan adanya
perkembangan pemikiran dalam hukum pidana, di mana perlunya pembinaan terhadap
pelaku agar dapat kembali ke masyarakat. Akibatnya, telah mengurangi perhatian
negara terhadap korban.
Kebijakan penal dalam hukum
pidana positif yang masih belum berorientasi pada korban dalam arti konkrit,
menunjukkan masih kuatnya pengaruh aliran klasik dan aliran modern, baik
terhadap para sarjana hukum asing maupun sarjana hukum kita. Demikian juga
dengan masih dianutnya pandangan mono-dualistik dalam hukum pidana, yang
menurut Barda Nawawi Arief, biasa dikenal dengan istilah Daad-dader Strafrecht,
yaitu hukum pidana yang memperhatikan segi-segi objektif dari perbuatan (daad)
dan juga segi-segi subjektif dari orang atau pembuat (dader).
Menurut Muladi (1995: 5)
model perlindungan korban dalam konsep Daad-Dader Strafrecht, ini merupakan
model yang realistik, karena memperhatikan berbagai kepentingan yang harus
dilindungi oleh hukum pidana, yaitu meliputi kepentingan negara, kepentingan
umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana, dan kepentingan
korban kejahatan. Model yang bertumpu pada konsep Daad-Dader Strafrecht ini,
oleh Muladi disebut sebagai Model Keseimbangan Kepentingan.
Faktor
Penghambat dalam Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum dalam hal
ini erat kaitannya dengan hak-hak korban, dan langkah perlindungan yang
diberikan lebih bersifat reaktif daripada proaktif. Dikatakan reaktif karena
langkah ini ditujukan kepada mereka yang telah mengalami atau menjadi korban
kejahatan dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib untuk diproses lebih
lanjut. Namun, yang menjadi permasalahannya adalah bahwasanya sering kali
korban memutuskan untuk tidak melaporkan akan adanya suatu kejahatan yang
menimpa mereka. Banyak faktor yang menjadi penyebab sehingga korban enggan
untuk melaporkan kejahatan yang terjadi, salah satu faktornya bahwa keputusan
korban ini merupakan rangkaian tingkah laku yang bersumber pada sikap
individual dan interaksi korban sebagai pelapor dengan polisi sebagai fungsi
hubungan stimulus secara timbal balik. Polisi sebagai sistem stimulus
diwujudkan dalam bentuk perilaku positif dalam “model bertingkah laku” bagi
korban dalam pengambilan keputusan. Demikian pula sebaliknya, tingkah laku
masyarakat adalah stimulus yang diwujudkan dalam bentuk penghargaan dari
masyarakat terhadap polisi yang akan menjadi faktor pendorong bagi polisi dalam
menjalankan tugasnya.
baca juga 26 tujuan hukum menurut para ahli hukum.
itulah dia pengertian perlindungan hukum yang saya ketauhi dan semoga bermanfaat bagi anda semua.